Komisi Nasional Penyelesaian Sengketa Konsumen yang dipimpin oleh Dr. Inder Jit Singh, berpendapat bahwa perusahaan asuransi mempunyai kewajiban untuk mencari rincian lengkap mengenai kondisi kesehatan tertanggung dan menilai risikonya sebelum menerbitkan polis asuransi. Jika perusahaan asuransi menerbitkan polis setelah tertanggung mengungkapkan kondisi medis yang ada, meskipun beberapa kolom dikosongkan, perusahaan asuransi nantinya tidak dapat menolak klaim dengan alasan tidak mengungkapkannya.
Fakta singkat dari kasus ini
Pemohon membeli polis asuransi kesehatan medis internasional dari Care Health Insurance/perusahaan asuransi, dengan membayar premi sebesar Rs.17.864. Selama berada di Australia, pemohon mengalami nyeri dada, menjalani pemeriksaan dan prosedur pemasangan stent, dan kemudian mendapat perawatan lebih lanjut, termasuk pemasangan stent lainnya. Klaim penggugat atas manfaat non-tunai berdasarkan polis ini ditolak karena tidak diungkapkannya kondisi yang sudah ada sebelumnya, penyakit arteri koroner (CAD) dan dislipidemia. Akibatnya, pemohon membayar tagihan rumah sakit sebesar A$31.499. Setelah kembali ke India, pelapor mengajukan klaim pengembalian dana, namun kembali ditolak karena alasan yang sama. Pelapor kemudian mengajukan pengaduan konsumen ke Komisi Distrik, yang menolak pengaduan tersebut. Pemohon banding kemudian mengajukan banding ke Komisi Negara, yang mengizinkan banding tersebut dan mengarahkan perusahaan asuransi untuk membayar seluruh jumlah klaim kepada pemohon banding sebesar bunga 9%, bersama dengan Rs. 50.000 sebagai kompensasi dan Rs. 25.000 sebagai biaya litigasi. Merasa dirugikan dengan perintah komisi negara, pihak asuransi mengajukan permohonan revisi ke Komisi Nasional.
Klaim Penanggung
Pihak asuransi berpendapat bahwa Komisi Negara keliru dalam menyatakan bahwa pihak asuransi seharusnya melakukan tes kesehatan wajib terhadap pemohon, mengingat riwayat tekanan darah tinggi, terutama mengingat usianya. Perusahaan asuransi berpendapat bahwa merupakan tanggung jawab pemohon untuk mengungkapkan semua kondisi yang sudah ada sebelumnya dan bahwa perusahaan asuransi tidak dapat diwajibkan untuk melakukan tes medis pada setiap individu yang diasuransikan. Dikatakan bahwa pemohon bertanggung jawab untuk melengkapi formulir proposal dengan benar untuk memastikan penilaian risiko yang benar. Pihak asuransi juga menyatakan bunga yang diberikan KPU terlalu tinggi dan tidak boleh melebihi 6%, sesuai arahan Mahkamah Agung. Kompensasi atas pelecehan dan biaya perkara dianggap sewenang-wenang dan keliru, serta denda keterlambatan sebesar 12% per tahun dianggap berlebihan dan tidak tepat.
Pengamatan dari Nasional Komisi
Komnas HAM mengamati bahwa meskipun pemohon tidak mengisi beberapa kolom terkait penyakit dalam formulir permohonan asuransi, namun ia mengungkapkan riwayat penyakit darah tinggi selama 5 tahun terakhir. Meskipun terdapat pengungkapan ini, perusahaan asuransi menerbitkan polis asuransi setelah menerima premi. Komisi menegaskan, meskipun ada kolom yang dikosongkan, pihak asuransi bisa saja meminta pelapor untuk mengisinya, apalagi mengingat pelapor sudah menyatakan mengidap penyakit tekanan darah yang sudah ada sebelumnya (PED) selama 5 tahun. Komisi selanjutnya mengamati bahwa ini adalah kasus yang tepat dimana perusahaan asuransi seharusnya memilih untuk melakukan pemeriksaan kesehatan sebelum mengeluarkan polis, karena pelapor berusia di atas 60 tahun, memiliki tekanan darah selama 5 tahun, dan menyatakan bahwa ia memiliki setidaknya satu penyakit. mencantumkan kondisi yang sudah ada sebelumnya dan merupakan kebijakan klaim medis luar negeri. Komisi menyatakan bahwa hal ini tidak dapat dianggap sebagai penindasan terhadap fakta material oleh pelapor karena ia secara spesifik menjawab 'ya' jika ia mengidap penyakit yang sudah ada sebelumnya, meskipun ia tidak mencentang kolom yang relevan. Komisi mencatat bahwa dengan menerima premi dan menerbitkan polis terlepas dari kolom yang kosong, perusahaan asuransi nantinya tidak dapat menolak klaim berdasarkan dugaan penghapusan atau tidak diungkapkannya oleh pelapor. Komisi mengandalkan keputusan Mahkamah Agung di Manmohan Nanda v.United India Assurance Co. Ltd., dimana diketahui bahwa pihak asuransi harus mencari rincian mengenai kondisi kesehatan pengusul dan menilai risikonya sebelum mengeluarkan polis. Setelah dikeluarkan setelah pemeriksaan medis, perusahaan asuransi tidak dapat menolak klaim berdasarkan kondisi yang sudah ada sebelumnya yang ditemukan yang menyebabkan klaim tersebut. Mahkamah Agung mengamati bahwa jika ada kolom yang dibiarkan kosong, perusahaan asuransi harus meminta tertanggung untuk mengisinya, dan jika perusahaan asuransi menerbitkan polis meskipun ada yang kosong, maka perusahaan asuransi tidak dapat menuntut penindasan dan penolakan.
Komisi Nasional tidak melihat adanya manfaat dalam petisi tersebut dan oleh karena itu menolak petisi tersebut karena tetap berpegang pada perintah Komisi Negara.
Judul Kasus: Perawatan Kesehatan Terbatas Vs. Harjinder Singh Sohal
Nomor kasus: RP Nomor 563 Tahun 2022
#KKKKB #bertanggungjawab #menyediakan #kesehatan #care #pelayanan #kekurangan
Sumber Gambar: www.livelaw.in